Mendadak dunia jadi sunyi. Rekaman nostalgia kehidupan kita mulai memantulkan gambarnya tepat ke tembok perenungan didepan kita. Seharusnya tembok itu putih bersih, tapi apa dikata, guratan-guratan noda telah membuat gambar terlihat sedikit buram tidak seperti yang seharusnya.
Seketika kita jadi jujur. Sejujur tangisan bayi yang mengiba. Jujur kar’na tak ada lagi jalan tuk berdusta, dimana lisan dan hati enggan tuk berkata palsu. Tiada lagi makna yang relatif, tiada lagi tanda tanya, tiada lagi permainan, tiada lagi kepalsuan. Karena ketika itu tiada lagi kesempatan, yang ada hanya jawaban. Dan satu yang paling menyeramkan; “Tak berguna lagi penyesalan”. Nafas ketika itu begitu mahal hingga akhirnya tak terbeli. Ketika salah satu dari kita mati.
Semua kita akan melintasi masa itu, sahabat. Masa dimana kita berpindah dari dunia yang butuh harta dan ini itu ke dunia lain yang hanya butuh iman. Ya.. Kau yang matanya tengah menatap guratan kata ini, tak lama lagi. Walau mungkin saja tertunda lebih sedikit dibanding aku. Atau sangat mungkin lebih cepat. Karena tak ada kata ‘lama’ disini. Di dunia yang serasa baru kemarin saja kita pertama kali menghirup udaranya, dan kita harus rela suatu saat udara itu enggan memenuhi paru-paru kita. Bukan ia tak mau, tapi izin tak bersamanya. Karena ia tau kita tak butuh udara ketika beranjak ‘pindah’.
Maaf sajalah jika sejenak aku ajak kalian berpindah alam. Berpindah sejenak dari hiruk pikuk kehidupan yang seringkali berhasil menipu kita dengan wajah manisnya, ia rayu kita untuk percaya bahwa kita akan selalu bersamanya.
Bukan maksudku mengajak kalian berputus harapan dalam kehidupan ini, sehingga nanti jangan-jangan kalian berkesimpulan ‘lebih baik menyepi di sudut hutan setelah mengebiri diri’. Bukan itu maksudku, sahabat. Yang kuingin hanyalah sebuah penyadaran, bahwa dia yang menggoda kita sedari dulu itu hanyalah ia yang buruk rupa dan akan binasa. Sihirnya telah membuat kita tertipu secara kasarnya dan melupakan sesuatu yang selainnya. Sesuatu yang sejatinya sempurna dan abadi, namun kebodahan dan tipu daya telah membuat kita meniggalkannya.
Seketika kita jadi jujur. Sejujur tangisan bayi yang mengiba. Jujur kar’na tak ada lagi jalan tuk berdusta, dimana lisan dan hati enggan tuk berkata palsu. Tiada lagi makna yang relatif, tiada lagi tanda tanya, tiada lagi permainan, tiada lagi kepalsuan. Karena ketika itu tiada lagi kesempatan, yang ada hanya jawaban. Dan satu yang paling menyeramkan; “Tak berguna lagi penyesalan”. Nafas ketika itu begitu mahal hingga akhirnya tak terbeli. Ketika salah satu dari kita mati…….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar